JAKARTA, Kilas24.com — Bank Indonesia menyebut aset kripto sulit menjadi alat pembayaran di Indonesia. Dengan kata lain berbelanja menggunakan aset kripto seperti Bitcoin misalnya sejauh ini tidak dibolehkan.
Alat pembayaran yang sah di Tanah Air adalah rupiah karena telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Hal itu ditegaskan Rosalia Suci, Direktur Eksekutif-Kepala Departemen Hukum Bank Indonesia.
Dia menjelaskan Bank Indonesia sebagai otoritas pembayaran memastikan bahwa mata uang yang sah saat ini dan beberapa puluh tahun ke depan hanya rupiah.
“Karena kita harus mengatur jenis dan macam mata uang. Dalam undang-undang itu sudah dilakukan yakni Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Jadi jelas di Indonesia itu rupiah,” ujarnya baru-baru ini.
Baca Juga: Kripto Buatan Dalam Negeri, Ini Kata Bappebti
Seperti diketahui, popularitas aset kripto di Tanah Air terus meningkat selama beberapa tahun terakhir. Banyak masyarakat yang berinvestasi ke aset kripto karena dinilai menarik dan diterima secara global.
Rosalia menuturkan terdapat tiga alasan mengapa alat pembayaran yang sah di Tanah Air hanya rupiah. Pertama, mata uang suatu negara adalah simbol kedaulatan negara dan itu diatur dalam undang-undang sehingga harus dijaga.
Kedua, rupiah yang ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah telah disepakati melalui undang-undang di mana itu dilakukan oleh pemerintah dan wakil rakyat. Ketiga, mata uang suatu negara harus dijaga nilainya karena terkait dengan kesejahteraan masyarakat luas.
“Dalam hal ini Bank Indonesia atau bank sentral sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011. Bank Indonesia juga bertugas menjaga stabilitas nilai rupiah itu,” tambahnya.
Baca Juga: Pendaftaran DTKS Jakarta, Pastikan Masuk DTKS dengan Cek di Link Ini
Rosalia melanjutkan atas dasar itu kripto sangat sulit untuk menjadi mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Kemungkinan kripto menjadi alat pembayaran pun, katanya, sangat kecil untuk puluhan tahun ke depan.
Pemerintah dan Bank Indonesia, jelasnya, tidak menampik jika perubahan dunia sangat dinamis. Oleh karena itu, pada 2019, di level nasional ada kesepakatan bersama bahwa kripto itu ada dan dikategorikan sebagai aset yang bisa diperdagangkan.
“Ada kesepakatan bahwa kripto itu ada dan masyarakat mengatakan bisa menerima itu, maka dijadikan sebagai aset. Aset yang bisa diperdagangkan tetapi tetap tidak bisa sebagai alat pembayaran di Indonesia,” tegasnya.