JAKARTA, KILAS24.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mejelaskan kasus yang disangkakan pada Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi. Dia disangkakan menerima suap Rp5,7 miliar.
“Ada Rp3 miliar berupa uang tunai, dan Rp2,7 miliar dalam buku rekening,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers, Kamis (6/1/2022).
Uang tunai Rp3 miliar itu adalah barang bukti yang diamankan KPK saat terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu siang (5/1/2022). Uang tunai Rp3 miliar itu juga dipamerkan dalam konferensi pers.
Baca Juga: Cara Cek Penerima Bansos Kemensos 2022 dan Cara Daftar DTKS
Firli menjelaskan kasus suap Rahmat Effendi bermula dari proyek pengadaan lahan di kota Bekasi. Proyek itu resmi, dan dianggarkan di APBD-P Kota Bekasi Tahun 2021 dengan anggaran RpRp286,5 miliar.
Lahan itu akan digunakan oleh Pemkot antara lain untuk pembangunan gedung sekolah, polder (sistem pengendali banjir perkotaan), dan gedung teknis Pemkot. Rahmat mengintervensi proyek tersebut dengan memilih lahan yang akan jadi lokasi pembebasan.
Dia lalu meminta fee kepada pihak swasta yang lahannya digunakan dalam proyek tersebut. Uang diserahkan melalui orang-orang kepercayaannya. Yang parah, Rahmat berdalih bahwa fee itu adalah untuk “sumbangan masjid”.
Simak Juga: Cegah Omicrom, Wapres Tegaskan Tidak Ada Dispensasi, Wajib Karantina
KPK lalu menemukan salah satu suap senilai Rp100 juta yang diatasnamakan sebagai “sumbangan masjid” ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi.
Rahmat juga melakukan jual-beli jabatan, antara lain menerima Rp30 juta untuk pengurusan tenaga kontrak di Pemkot Bekasi. KPK total menetapkan 9 tersangka dalam kasus ini, termasuk Rahmat.
Sembilan tersangka itu terdiri dari 4 pemberi suap, dan 5 penerima suap. Selain Rahmat, 4 penerima suap lainnya adalah Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP kota Bekasi, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan kota Bekasi, Camat Jatisampurna kota Bekasi, dan lurah Jatisari, kecamatan Jatiasih, kota Bekasi.