SIKKA, KILAS24.COM– Pendapat menarik dilontarkan salah seorang misionaris, asal Sikka, Flores Nusa Tenggara Timur. Tampil pada MBC Talkshow yang bertajuk ” Covid-19 Pemicu KDRT, Romo, John Eo Towa, Pr mengatakan di tengah
pandemi Covid -19 semua aktifitas dilakukan dari rumah. Situasi kata
Direktur Puspas Keuskupan Maumere, bisa dimanfaatkan bagi keluarga yang retak sebagai momen rekonsiliasi.
“Tetapi jika salah satu dari suami atau istri tidak mampu menjalin komunikasi dengan baik dan juga tidak menjadikan masa pandemi sebagai kesempatan untuk bertobat, bagaimana keluarga itu akan harmonis? papar Romo John.
Romo John mengakui masalahnya tidak semua orang punya kesadaran bersama untuk rekonsiliasi dan menyadari tujuan hidup perkawinan adalah mencapai kebahagiaan.
Imam projo yang pernah mengikuti kursus psikopastoral di Manila Filipina ini mengatakan menjaga harmonisasi dalam keluarga
perlu membangun dialog dalam keluarga.
“Setiap anggota keluarga suami, istri dan anak mengekspresikan dirinya dengan saling mendengarkan satu sama lain,”ujarnya.
Talk Show yang diselenggarakan, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kabupaten Sikka di Hotel Resort Capa Maumere, Jumat pekan lalu ini menyentil soal kekerasan dalam
rumah tangga.
Menurut Pater John, masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT) sangat kompleks, termasuk hal ekonomi bukan sstu – satunya pemicu. Faktor lain bisa disebabkan komunikasi yang rusak, tidak akrab dan tidak harmonis dalam keluarga.
Lebih lanjut dikatakan, peluang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, bisa juga disebabkan lantaran salah satu pihak merasa lebih berkuasa ( power), menang sendiri.
“Perlu ada kerendahan hati untuk saling memaafkan, membangun kembali komunikasi yang harmonis antara suami, istri dan anak,”tandasnya.
Koordinator Divisi Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan ( TRUK) Suster Eustochia, SSpS mengatakan sejak 2010, hingga kini angka korban kekerasan dalam rumah tangga, mencapai 2410. Angkat tersebut termasuk korban kekerasan seksual, penelantaran dan perdagangan orang.
Menurut Suster Eustochia, untuk mengantisipasi hal ini pihaknya melakukan beberapa langkah yakni melakukan tindakan preventif, pendampingan korban dan advokasi kebijakan.
“Tim relawan turun ke desa-desa dan sekolah- sekolah memberikan sosialisasi dan edukasi tentang HAM, hak-hak perempuan, perlindungan anak dan gender, ” ujar Suster Eustochia.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dr Maria Bernadina Sada Nenu, MPH mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sikka cukup signifikan mencapai 60 persen.
Dikatakan selama pandemi Covid, beraktifitas dari rumah, belajar dari rumah dimana, orang tua diberi beban tambahan untuk menjadi guru bagi anak-anak yang mengakibatkan rasa stress.
“Sangat diharapkan orangtua mengelola stress dengan baik sehingga tidak terjadi kekerasan dalam rumah tangga,”ujarnya.
Menysngkut KDRT, ia mengatakan pemicunya, riwayat keluarga, uang, kesehatan, narkoba dan miras.
Anggota Komisi III DPRD Sikka Angelorum Mayastati berjanji akan memperjuangkan payung hukum bagi perlindungan perempuan dan anak dan kebijakan anggaran.
Yuven Fernandez