Oleh: Petrus Selestinus
KPK sulit menemukan Harun Masiku. Sama sulitnya dengan KPK ketika hendak menemukan keberadaan Hasto Kristiyanto saat akan di-OTT di markas PTIK, 8 Januari 2020.
Begitu pentingnya peran Hasto Kristiyanto dalam kasus suap Harun Masiku di mata KPK, sehingga KPK memburu Hasto hingga ke markas PTIK. Bahkan KPK hendak menggeledah ruang kerja Hasto meskipun gagal, tetapi bukti keterlibatan Hasto sangat signifikant untuk dilakukan OTT.
Kasus suap pergantian antar-waktu (PAW) di DPR RI yang melibatkan tersangka Harun Masiku dan menyebabkannya KPK melakukan OTT, masih menyisakan dua pertanyaan penting. Dua pertanyaan yang masih misterius.
Pertama, “Atas alasan apa KPK mengejar Hasto hingga ke PTIK untuk di-OTT?” Kedua, “Siapa oknum jenderal polisi di PTIK yang punya nyali dan kekuasaan untuk menampung Hasto dan Harun Masiku dari kejaran KPK?”. Hal itu jika keduanya benar bersembunyi di PTIK hingga 6 jam sampai dengan petugas KPK ditarik pulang.
Mengapa penyidik KPK melakukan pengejaran terhadap Hasto hingga ke markas PTIK? Mengapa pula petugas KPK diinterogasi selama enam jam, padahal petugas PTIK seharusnya tahu bahwa OTT KPK memerlukan kecepatan bertindak?
Itulah yang perlu dijawab, karena waktu enam jam di PTIK itulah sebagai kesempatan bagi “Si Mastermind” mematangkan skenario mengagalkan OTT oleh KPK dan menghilangkan jejak Hasto serta Harun Masiku dari OTT KPK.
Lantas dimana Harun Masiku saat ini? Harun Masiku bisa saja sedang dicuci otaknya untuk mengikuti sknario “Si Mastermind”, atau dimisteriuskan untuk menghilangkan jejak, atau Harun Masiku dengan cara sendiri mencari selamat.
Jawaban atas beberapa pertanyaan tersebut hanya bisa diperoleh jika Harun Masiku ditemukan dalam keadaan hidup dan masih waras, karena akan diuji dengan fakta-fakta yang sudah dimiliki KPK, saat akan melakukan OTT di PTIK.
Kalau aparat penyidik KPK dianggap salah masuk area pengejaran dan memantau orang-orang tertentu yang hendak di-OTT di PTIK, mengapa penyidik KPK harus diinterogasi hingga enam jam dan test urine seakan-akan penyidik KPK yang
kena OTT PTIK? Bukankah markas PTIK adalah area publik di mana banyak orang dapat mengakses untuk berbagai tujuan, karena beberapa fasilitas publik ada di dalam (aula pesta, nasjid, Kompolnas, bahkan sekadar numpang parkir dll).
Lolosnya Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku dari OTT KPK, karena dihalangi oleh petugas PTIK, patut dipertanyakan motifnya. Padahal mereka sama-sama anggota Polri, penegak hukum. Begitu juga gagalnya KPK menggeledah ruang kerja Hasto, karena digagalkan oleh Satgas PDI Perjuangan.
Dua sikap yang sama dari dua institusi berbeda, diperhadapkan pada misi KPK yang gagal untuk menangkap Hasto dan Harun Masiku.
Kita patut menduga ada “mastermind” yang sangat diandalkan untuk melindungi Hasto dan Harun Masiku. Termasuk skenario menggagalkan OTT KPK terhadap Hasto dan Harun Masiku.
Kita juga patut menduga Harun Masiku memiliki peran ganda. Tidak saja pada kasus PAW DPR RI yang gagal, tetapi juga pada kasus-kasus lain di mana Harun Masiku disebut-sebut sebagai bagian dari jaringan mafia peradilan terkuat di negeri ini. (☆)
Catatan Redaksi:
Petrus Selestinus, SH adalah Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan advokat anggota Peradi. Isi artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.