JAKARTA, KILAS24.COM – Rara Istiati Wulandari boleh menjadi buah bibir dari obrolan seputar gang hingga media internasional. Hujan pun reda, balapan pun bisa dimulai, Indonesia boleh berbangga menjadi tuan rumah ajang balapan motoGp, sebuah impian yang baru saja terwujud.
Balapan telah usai, Miguel Olievera sudah menjadi pemenangnya, namun Rara Wulandari sang pawang hujan masih jadi perbincangan hangat.
Baca Juga: Inilah 5 Kerajaan Penguasa Dunia Di Masa Lalu yang Kini Menjadi Negara Modern
Ada yang menganggapnya sebagai syirik, sedangkan ada yang menyebutnya sebagai pembawa budaya dan kearifan lokal.
Rara adalah pawang hujan, sebuah profesi lama yang masih bertahan hingga sekarang. Kehadirannya menjadi penantian si empunya acara agar kegiatan tetap berlangsung tak terhalang oleh hujan.
Tahukah kamu, pada 20 Oktober 1973, dikala pertandingan Muhammad Ali lawan Rudi Lubbers di Gelora Bung Karno juga menggunakan jasa pawang hujan.
Berikut ini adalah dua pawang hujan yang terkenal, jauh sebelum Rara Wulandari
Lalu Katar
Pernah ada seorang pensiunan pegawai kehutanan bernama Lalu Katar yang memulai profesinya sebagai pawang hujan sejak tahun 1969.
Lalu Katar lalu menjadi terkenal ketika banyak pawang hujan yang dikerahkan untuk menghalau hujan tidak berhasil. Kejadian ini terjadi pada tahun 1976 di Karang Sukun Mataram
Lalu Katar lalu dipanggil. Sambil mengucapkan doa-doa dari ayat-ayat suci al-Qur’an, Katar berhasil menghentikan hujan.
Baca Juga: Mencengangkan, Inilah 5 Penemuan Kuno yang Berada Di Luar Pemahaman Modern
Karena kemampuannya, Katar pernah diminta menjadi pawang hujan dikala presiden Soeharto menghadiri acara-acara penting di NTB.
Mbah Soeroto
Soeroto bin Cermo lahir sekitar tahun 1925. Soeroto hanyalah seorang petani penggarap miskin, namun pelafalan Bahasa Arabnya jauh lebih fasih dari kebanyak orang.
selain melakukan kewajiban-kewajiban sebagai seorang Islam secara ketat, ia juga mengamalkan nilai-nilai dan falsafah kejawaan dan spiritualitas Jawa.
Sebagai seorang yang dituapkan, Soeroto dipercaya menjadi pendoa hingga menjadi pawang hujan.
Saat bertugas, mbah Soeroto hanya makan nasi putih tanpa minum air. Tugasnya bukan menghentikan hujan sebenarnya tetapi memindahkan hujan.
Dari Penganut Sinkretisme Hingga Para Kiai
Lalu Katar dan Mbah Soeroto mungkin dianggap syirik karena mengandung sinkretis, namun sebenarnya para Kiai sekalipun bisa menghentikan hujan dan juga sebaliknya mendatangkan hujan.
Sebutlah Kiai Mahrus Ali Lirboyo yang bisa mendatangkan hujan dan juga Kiai As’ad, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asembagus Situbondo yang bisa mendatangkan hujan.