MAUMERE, KILAS24.com — Komunitas KAHE bekerja sama dengan Museum Bikon Blewut dan Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STFK) Ledalero menyelenggarakan pameran seni rupa bertajuk Re-Imagine Bikon Blewut (R-IBB).
Eka Putra Nggalu, Ketua Komunitas KAHE mengatakan re-imagine Bikon Blewut sekurang-kurangnya membawa tiga tahapan penting.
Pertama, mengusahakan diseminasi pengetahuan seputar Museum Bikon Blewut dan rangkaian konteks agama, budaya, dan tradisi yang turut hadir dalam proses berdirinya museum Museum Bikon Blewut.
“Kedua, membaca kembali Museum Bikon Blewut sebagai situs wisata budaya. Untuk menunjang tujuan ini, dilakukan penataan manajemen pameran, strategi publikasi, dan dokumentasi agar lebih relevan dengan dinamika dan perkembangan aktual dalam dunia seni rupa,” katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (24/9/2021).
Ketiga, kata Eka Putra, dalam kerangka estetika yang kontekstual dengan seni rupa, R-IBB menjadi semacam ‘dekonstruksi’ konsep galeri yang mapan tetapi sekaligus semu dan stagnan. Untuk mewujudkan proses ketiga ini, Komunitas Kahe menggalang partisipasi dan kontribusi dari sejumlah seniman rupa di sekitar Maumere.
Baca Juga: Per Agustus 2021, Pemerintah Belanjakan Rp1.506, 8 Triliun untuk Jalan, Kesehatan hingga Bansos
Simak Juga: PON Papua: Tim Sepak Bola Papua, NTT dan Maluku Utara Wajib Waspadai Jabar, Ini Alasannya
Dalam risetnya, Komunitas KAHE menemukan dua sisi tilik yang menandai berdirinya Museum Bikon Blewut. Museum ini mulai hadir sejak proses penemuan, penggalian, dan pengumpulan koleksi yang dilakukan oleh Dr. Th. Verhoeven pada tahun 1965 di Todabelu, Mataloko, Flores.
Museum Bikon Blewut lahir dari kerja geologi, antropologi, dan etnologi yang dikembangkan dalam beberapa periode ekspedisi.
Periode pertama dimotori oleh para misionaris asing yang turut memberi warna pada perkembangan teori-teori kebudayaan, mulai dari Dr. Th. Verhoeven, SVD; Paul Arndt, SVD; W. Koppers, SVD; M. Guisinde, SVD; W. van Bekum, SVD; dan P. Mommersteeg, SVD.
Beberapa dari antara mereka adalah murid-murid awal Wilhem Schmidt (1868-1954), seorang pencetus teori difusi kebudayaan dengan salah satu publikasi terkenal berjudul Der Usprung Der Gottesdee.
Tahapan pertama ini berlangsung pada 1965 di Todabelu, Mataloko, Flores. Pada periode berikutnya mulai terlibat beberapa misionaris lokal, seperti Darius Nggawa SVD; Piet Petu SVD; Frans Nurak SVD; dan Rokus Due Awe SVD. Pada perkembangannya, Piet Petu SVD kemudian menjadi salah satu tokoh penting dalam pendirian Museum Bikon Blewut.