Sebagai sebuah museum yang mendekati standar museum modern, Bikon Blewut baru mulai beroperasi dan dikenal sebagai museum berkat direksi dan kurasi Piet Petu, SVD, sejak tahun 1983 di Ledalero, Maumere, Flores.
Bikon Blewut mengoleksi artefak-artefak yang merepresentasikan kehidupan dan kebudayaan Flores dalam dialektika sejarah. Pengetahuan yang tercermin dan beririsan dengan koleksi-koleksi museum Bikon Blewut perlu terus menerus diberikan konteks agar berdaya sebagai sumber informasi yang hidup. Namun, perlu juga ditekankan bahwa museum Bikon Blewut sendiri adalah sebuah artefak.
Baca Juga: Anak-Anak Sudah Bisa Masuk Pusat Perbelanjaan
Eka Putra melanjutkan re-imagine Bikon Blewut dirancang sebagai bagian dari rangkaian Docking Program Biennale Jogja XVI Equator #6, sebuah pameran seni rupa yang telah dikenal luas baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
R-IBB dimulai dengan sejumlah riset intensif yang dilakukan oleh tim riset Komunitas Kahe. Riset ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami persilangan kebudayaan Flores dan modernisme yang turut hadir bersamaan dengan kolonialisme dan evangelisasi yang dipelopori oleh para misionaris Gereja Katolik.
Dalam pelaksanaannya, R-IBB menyelenggarakan tur dan literasi, seminar, pemutaran dan diskusi film, bincang proses kreatif, dan beragam pertunjukan seni. Rangkaian kegiatan ini berlangsung selama seminggu yang dibuka dengan seminar bertema ‘Gereja, Kolonialisme, dan Modernisme’ pada Sabtu (18/9/2021), dan diakhiri atau ditutup dengan acara pentas seni pada Jumat (24/9/2021).
Pameran seni rupa R-IBB ini akan terpusat di Museum Bikon Blewut yang terletak di kampus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero.
Museum Bikon Blewut merupakan milik Societas Verbi Divini (SVD), sebuah kongregasi religius-misioner yang hadir setelah kedatangan Ordo Dominikan serta Serikat Jesuit dan dalam banyak aspek menjadi peletak dasar pendidikan, pembangunan, dan kemajuan kebudayaan di Flores dan sekitarnya.