KILAS24.COM – Jika nama terdata di DTKS maka berpeluang menerima bantuan sosial (bansos). Namun, bagaimana jika nama tercantum dalam DTKS tetapi tidak terima bansos, ini alasan dan solusinya.
Seperti diketahui, hampir semua bansos menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Bansos yang disalurkan Kementerian Sosial (Kemensos) misalnya seperti bansos PKH dan BPNT hanya diberikan kepada masyarakat yang terdata di DTKS.
Namun banyak masyarakat yang mengeluh lantaran nama mereka tercantum di DTKS Kemensos, tapi hingga saat ini tidak atau bahkan belum pernah mendapat bansos, baik bansos PKH maupun BPNT.
Langkah pertama ialah memastikan diri terdata dalam DTKS atau sebagai penerima bansos dengan kunjungi laman cekbansos.kemensos.go.id
Baca Juga: Pelaku UMKM Bisa Dapat BLT Rp2,4 Juta Pakai Cara Berikut, Daftar Melalui Aplikasi Ini Sekarang
Banyak warga yang bingung harus bagaimana ketika melakukan cek data diri di DTKS dan namanya tercantum di data tersebut dengan mengidentifikasi umur yang sesuai dan tidak ada nama yang sama lagi dengan dirinya dalam satu wilayah tersebut namun belum menerima bansos atau saldo rekening bansosnya masih kosong.
Di beberapa wilayah masyarakat mengeluhkan hal yang sama, mulai dari bantuan sembako kosong sampai sudah 2 bulan, bahkan ada yang sudah satu tahun lebih tidak mendapatkan bansos sembako lagi.
Di lain wilayah juga ditemukan aduan masyarakat yang namanya tercantum dalam data DTKS sebagai penerima bantuan BPNT , tetapi sampai saat ini belum pernah menerima bansos BPNT tersebut baik berupa kartu ATM Himbara maupun sembakonya.
Solusi Nama Terdata di DTKS Tapi Tidak Terima Bansos
Berikut ini beberapa masalah yang dapat admin rangkum beserta langkah penyelesaiannya:
Nama tercantum DTKS, terdaftar sebagai penerima bansos BPNT atau PKH tetapi beberapa bulan saldo sembako masih nol
Penyebab:
- NIK valid namun tidak ditemukan di Dispendukcapil
Langkah Penyelesaian: Update KK (kartu keluarga) ke Dispendukcapil. Beberapa kasus yang telah terjadi, ditemukan bahwa KK tidak sinkron antara Dukcapil daerah dan di pusat. - NIK ganda
Langkah Penyelesaian: Lakukan perbaikan data melalui operator SIKS-NG di desa/kelurahan/distrik masing – masing wilayah. - NIK Penerima bantuan dinyatakan meninggal oleh Dukcapil
Langkah Penyelesaian: Jika sesuai dengan kondisi lapangan, dapat diusulkan untuk dihapus dari data SIKS-NG, namun jika berbeda maka lakukan usulan perbaikan data di
Dukcapil setempat. - NIK Ditemukan namun beda nama di Dukcapil (NIK dipakai orang yang berbeda)
Langkah Penyelesaian: Lakukan perbaikan data diri di Dukcapil dengan membawa data pendukung.
Adapun, nama tercantum DTKS, terdaftar sebagai penerima bansos BPNT atau PKH tetapi belum pernah terima bantuan sama sekali.
Penyebab:
- Kartu ATM bantuan salah sasaran
- Kartu ATM bantuan BPNT hanya mencantumkan nama dan alama pemiliknya tanpa disertai nomer identitas penerimanya. Beberapa kasus yang terjadi adalah yang berhak menerima kartu ATM bansos tersebut tidak menerima dikarenakan kartu diberikan kepada orang yang namanya sama dan memiliki alamat yang sama.
Penyebab Gagal Burekol
- Nama Ibu kandung invalid, tercantum dalam KK hanya “NA”, “-“ bahkan kosong
- ID ada namun nama orangnya berbeda, beda dengan data Bank
- Tanggal lahir atau tempat lahir invalid, contoh tertulis lahir tahun 1800
- Nama kota ditulis nama kecamatan atau provinsi
Gagal Divalidasi Oleh Otoritas Keuangan (Omspan)
- Sudah memiliki rekening di Bank, namun sudah tidak aktif
- Sudah ada rekening di bank, dengan nomer identitas sama namun nama beda, misal Mei Dayana tertulis Emi dayana
- Nama tertulis tidak valid contoh Irfan Eko, tertulis Irf4n Eko
Dari beberapa kasus di atas, penerima bansos yang namanya tertera dalam DTKS hendaknya melakukan perbaikan data atau memperbaharui data yang valid di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) setempat secara mandiri agar tidak mempengaruhi proses pemberian bantuan sosial oleh pemerintah.
Baca Juga: Sebelum Dana Hangus, Inilah 3 Cara Aktivasi Rekening PIP 2022 di BRI dan BNI
Jika penerima bantuan enggan memperbaiki data dasar tersebut karena berbagai macam alasan ada baiknya untuk melaporkan atau menyampaikan hal tersebut kepada pihak desa / kelurahan / distrik agar oleh pemerintah setempat diusulkan untuk dihapus dari daftar usulan calon penerima bansos.
Menteri Sosial Tri Rismaharini menekankan bahwa peran pemerintah daerah (pemda) menjadi kunci dari penyaluran bantuan sosial (bansos) tepat sasaran. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam undang-undang (UU) yang memberikan kewenangan kepada pemda untuk melaksanakan pemutakhiran data kemiskinan.
Dalam proses pemutakhiran data, UU memberi kewenangan pemda menentukan siapa saja yang layak masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan siapa yang tidak. Mensos mempersilakan masyarakat mempelajari ketentuan dalam UU No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.
“Pemutakhiran DTKS itu kewenangan daerah sesuai ketentuan dalam UU No. 13/2011. Prosesnya dimulai dari musyawarah desa atau musyawarah kelurahan. Lalu secara berjenjang naik ke atas. Jadi, pemda dan jajarannya sampai tingkat desa/kelurahan memiliki kewenangan penuh menentukan siapa yang layak menerima bantuan dan siapa yang tidak,” kata Mensos Risma di Jakarta (01/09).
Pernyataan Mensos menanggapi kasus ketidaktepatan sasaran penerima bansos di beberapa daerah. Kasus terbaru terjadi di Desa Ambang Dua, Kecamatan Bolaang Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow. Masyarakat Desa Ambang Dua menggelar demonstrasi di kantor desa.
Mereka menyuarakan protes lantaran nama kepala desa masuk sebagai salah satu penerima Bantuan Sosial Tunai (BST). Gelombang protes berlanjut dengan aksi penyegelan kantor desa dan penempelan spanduk bernada protes di dinding kantor desa.
Jajaran Kementerian Sosial telah mengecek informasi tersebut, dan memastikan nama Kepala Desa Ambang Dua Sangadi memang tercantum sebagai penerima BST. Kini, Kemensos telah mengeluarkan nama yang bersangkutan dari daftar nama penerima.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, pemutakhiran data menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Hal ini termuat pada pasal 8, 9, dan 10 UU No. 13/2011 yang pada intinya mengamanatkan, pemutakhiran data merupakan proses berjenjang yang ditugaskan kepada pemerintah kabupaten/kota.
Pada pasal 8 misalnya, disebutkan bahwa, verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan, kelurahan atau desa.
“Jadi memang Kementerian Sosial tidak melakukan pendataan langsung. Kementerian Sosial tugasnya menetapkan data yang proses pemutakhiran datanya dilakukan oleh daerah. Masalahnya, masih ada pemerintah kabupaten/kota yang kurang atau bahkan tidak aktif melaksanakan pemutakhiran,” kata Mensos.
Untuk itu, ia mengingatkan kembali pemda dan jajarannya untuk aktif dan mengawal dengan sungguh-sungguh proses pemutakhiran data.
“Data kemiskinan itu kan dinamis. Ada yang pindah, meninggal dunia, ada yang mungkin sudah meningkat ekonominya sehingga tidak layak lagi menerima. Ada juga penerima dari kalangan dekat dengan kepala desa. Nah, kasus di Bolmo ini malah kepala desanya sendiri. Maka memang harus dikawal terus,” katanya.