“Oleh kerena itulah, kualitas demokrasi kita akan terus tercoreng karena ulah oknum-oknum yang berpengaruh baik dari KPU itu sendiri maupun para aktor politik yang haus kekuasaan,” ujarnya melalui whatsapp yang dikirim ke media ini, Senin (13/1/).
Menurutnya, sebagai negara demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat yang mutlak dijaga oleh para pihak, terutama penyelenggara yaitu KPU dan peserta pemilu sebagai aktor politik.
Ironi, jika ada oknum baik sebagai individu maupun kolektif merusak kedaulatan rakyat, seperti yang diduga dilakukan oleh komisioner KPU, WS, sebagai kejahatan luar biasa dalam berdemokrasi karena ada upaya mentransaksionalkan suara rakyat dengan dana operasional mencapai 900 juta rupiah.
“Sangat aneh, rakyat pemilik kedaulatan, WS mendapat dana operasional ratusan juta rupiah. Menyedihkan,” imbuhnya.
Karena itu ungkap Emrus, negara harus mendesak, mendorong dan mendukung Kemendagri Republik Indonesia agar menyelenggarakan, paling tidak pertengahan Februari 2020, menuntaskan kepemilikan e-KTP bagi seluruh rakyat Indonesia.
“e-KTP ini dilengkapi dengan seperangkat teknologi sehingga merupakan identitas tunggal bagi pemiliknya yang bisa digunakan dalam semua aktivitas sosial, termasuk di dalamnya untuk e-voting pada setiap kegiatan kepemiluan,” pungkasnya.
Lebih lanjut ditambahkan Emrus Sihombing yang juga pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) menyatakan, jika e-KTP ini telah valid dan berfungsi maksimal untuk menyalurkan pilihan dalam suatu kepemiluan, saat itu KPU Pusat dan KPU Daerah dapat dibubarkan (Dedy Mulyadi)