KILAS4.COM – KPK mengapresiasi langkah Kementerian Sosial (Kemensos) yang menyaluran bantuan sosial (bansos) dengan menggunakan data kependudukan.
Menteri Sosial Tri Rismaharini menerima apresiasi dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga anti-rasuah ini menilai Kemensos melakukan langkah nyata memanfaatkan data kependudukan untuk efektifitas dan efisiensi kebijakan sektoral tahun 2021-2022.
Apresiasi diserahkan langsung oleh Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK atau Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan di Gedung Kementerian Sosial, Jakarta Pusat, Jumat (13/1).
Pahala menyampaikan model kerja Stranas PK adalah penetapan rencana aksi dan harus dilakukan oleh kementerian yang terdaftar dalam rencana aksi. Menurut dia, dari 76 Kementerian/Lembaga, Kemensos dianggap memiliki capaian rencana aksi pencegahan korupsi yang baik dengan utilisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Baca Juga: Bansos Tidak Cair, Padahal Orang Butuh, Ini Tanggapan Kemensos
“Ini penghargaan atas kementerian yang berkontribusi aktif dan responsif terhadap rencana aksi. Rencana aksi yang dilakukan Kemensos adalah utilisasi atau penggunaan NIK. Kemensos, menurut kami, capaiannya bagus,” katanya di hadapan media.
Apresiasi ini, sekaligus menjawab persoalan ketidaktepatsasaran bantuan sosial (bansos). Pada Juni 2022, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 10.249 KPM penerima bansos Sembako/BPNT melalui Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Pada kesempatan sama, Mensos Risma menyampaikan para penerima bansos pada Sistem AHU Kemenkumham yang dinilai tidak tepat sasaran itu tercatat di antaranya menempati jabatan direksi atau pejabat tertentu di sejumlah perusahaan.
“Padahal kalau dicek (pada database), orangnya miskin, ada yang cleaning service, ada yang buruh. Mereka tercatat sebagai pengurus atau pejabat di perusahaan itu (pada Sistem AHU). Tapi realitanya mereka miskin,” kata Mensos.
Atas hasil temuan BPK tersebut, Kemensos telah membekukan data dimaksud dan mengeluarkan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Pembekuan data merupakan tindak lanjut temuan BPK setelah melakukan pemadanan data KPM pada by name by address (BNBA) data salur bansos Sembako/BPNT dengan data pada Sistem AHU Kemenkumham.
“Keputusan kita, harus kita berikan shock therapy. Kita akan cut dulu. Kalau mereka nanti komplain, menyatakan dirinya miskin, silakan (komplain) ke kami, nanti kita akan evaluasi,” ucap Mensos.
Mensos telah menemui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk membicarakan persoalan tersebut agar dilakukan pengecekan data kembali. “Saya minta semua pihak yang memberikan data KPM agar dilakukan pengecekan secara detail dan teliti sebelum dimasukkan ke Sistem AHU,” katanya.
Selain itu, Mensos juga mengajak serta Aparat Penegak Hukum (APH) dan perguruan tinggi untuk mendiskusikan permasalahan dimaksud, “Supaya semua orang belajar untuk mempertanggungjawabkan apa yang kita kerjakan,” ucap Risma.
ODGJ dan Disabilitas Terakses PBI-JKN
Selaras dengan apresiasi dari Stranas PK terkait data kepada Kemensos, keberadaan DTKS ditargetkan akan menjadi rujukan semua program pemerintah yang ditujukan kepada orang miskin, salah satunya Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI-JKN).
PBI-JKN dipersyaratkan merupakan warga miskin atau tidak mampu dan memiliki NIK yang padan dengan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pada beberapa kesempatan, Mensos Risma mengatakan akan melakukan perluasan bagi mereka yang memiliki keterbatasan, seperti penyandang disabilitas dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) untuk dimasukkan dalam DTKS sehingga terdaftar pada PBI-JKN. Mereka yang sudah sejahtera dapat didorong untuk membayar iuran secara mandiri.
“Kita sedang proses minta data pada daerah, perekaman data untuk penyandang disabilitas dan ODGJ. Kita perlu ini supaya mereka yang tidak mampu bisa membawa keluarganya yang ODGJ berobat ke Puskesmas atau rumah sakit karena kalau dibiarkan bisa berbahaya untuk orang lain,” kata Mensos.
Pada 2021, Kemensos telah melaksanakan validasi (cleansing) terhadap data PBI lama dengan menghapus 5.397.068 data ganda dan 1.957.594 orang yang sudah meninggal.
Adapun, Mensos juga telah menetapkan 24.404.214 orang baru dan 13.418.978 orang telah dihapus PBI-nya karena meninggal, pindah segmen dan ditidaklayakkan daerah pasca cleansing PBI-JKN.
Pada November 2022, PBI-JKN yang ditetapkan telah mencapai kuota nasional sebanyak 96,8 juta jiwa. Sementara, masih terdapat banyak daerah yang meminta tambahan alokasi PBI-JKN untuk warganya. Untuk itu, Mensos membuka kesempatan daerah-daerah untuk melakukan pembaruan data.
Langkah Mensos diapresiasi Pahala Nainggolan. Ia menyebut jika dasar DTKS-nya kuat, maka program-program pemerintah, termasuk subsidi bisa tepat sasaran. Sehingga, ia pun turut mendorong pemerintah daerah untuk mengupdate data orang miskin tiap bulan.
“Jadi, sekali lagi, program pemerintah yang baik ini jangan sampai uangnya salah sasaran. Salah satunya, dengan data yang baik di DTKS dan kerja sama dengan Kemendagri untuk NIK. Jadi, biar pakai DTKS aja, sambil daerah juga terus memelihara dan memperbarui data mereka,” kata dia.
Skema Layanan untuk Korban Penyalahgunaan (KP) Napza
Di saat yang bersamaan, Mensos juga menyampaikan perubahan regulasi pada pelaksanaan tugas rehabilitasi sosial, salah satunya bagi Korban Penyalahgunaan (KP) Napza.
Berdasarkan Permensos No. 1/2022, pembinaan kelembagaan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) berubah dari semula di bawah Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza, kini di bawah kewenangan Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Bencana dan Kedaruratan (KBK).
“Jadi, kita ada struktur organisasi baru dengan tujuan untuk penghematan. Misalnya, kita menangani korban penyalahgunaan Napza, itu jumlahnya ya banyak, tapi tidak sebanyak kalau kita menangani orang miskin, akhirnya kita gabung (penanganan dalam struktur organisasinya),” ucap Mensos.
Adapun, Permensos No. 7/2022, layanan ATENSI mengamanatkan metoda multilayanan, yaitu merespon ragam masalah sosial yang membutuhkan penanganan segera dan mendesak untuk dilayani.
Sesuai regulasi tersebut, dikatakan Risma, Kemensos lantas melakukan review (kaji ulang), baik dari aspek kelembagaan, SDM, dan juga skema bantuan untuk KP Napza.
“Itu ada yang menangani narkoba, menangani TKW bermasalah, kemudian ada yang menangani penganiayaan. Dengan Permensos No. 7/2022 tentang Layanan ATENSI, kita mengamanatkan di balai pun multilayanan,” kata Mensos menjelaskan.
Selanjutnya, yang tidak kalah penting, disampaikan Risma, yaitu mengkaji ulang terhadap pengelolaan bantuan untuk IPWL. Hasil pemeriksaan BPK, ditemukan adanya ketidakpatuhan pengelolaan bantuan untuk IPWL. “Ini tentu menjadi alasan bagi kami untuk terus meningkatkan pengawasan dan pembinaan,” kata Risma.
Secara kelembagaan, Kemensos juga akan mengkaji secara cermat dan seksama terhadap permohonan penetapan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) sebagai IPWL dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011.
Terhadap LKS yang telah ditetapkan sebagai IPWL, Kemensos akan terus melakukan evaluasi, pembinaan dan pengawasan terhadap kualitas layanannya bersama-sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), dan instansi terkait.
Hingga tahun 2021, total bantuan ATENSI Napza yang telah digelontorkan sebesar Rp42.841.040.000. Sedangkan, bantuan ATENSI Napza dan Napza/ODHIV tahun 2022 sebesar Rp36.194.012.000.