JAKARTA, KILAS24.COM – Bangsa Indonesia selalu mengenang tanggal 10 November setiap tahun sebagai hari Pahlawan. Kisah dibalik hari Pahlawan tidak bisa terlepaskan dari pertempuran Surabaya dan kisah Jembatan Merahnya.
Peringatan Hari Pahlawan yang diselenggarakan setiap tahunnya bertujuan untuk mengenang perjuangan para pahlawan dan pejuang dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari para penjajah.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pemerintah mengeluarkan maklumat yang menetapkan mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan di seluruh wilayah Indonesia.
Baca Juga: Mengenal Ismail Marzuki, Sosok Google Doodle Hari Ini
Gerakan pengibaran bendera tersebut meluas ke seluruh daerah-daerah, salah satunya di Surabaya.
Namun, pada pertengahan September, tentara Inggris yang tergabung dalam AFNEI datang bersama dengan tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) mendarat di Jakarta dan mereka berada di Surabaya pada 25 September 1945.
Kedatangan tentara Sekutu ini dipimpin oleh Jenderal Mallaby.
Tujuan kedatangan mereka adalah untuk melucuti tentara Jepang dan memulangkan mereka ke negaranya, membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh Jepang, sekaligus mengembalikan Indonesia kepada pemerintahan Belanda sebagai negara jajahan.
Mereka melakukan aksi seremonial dengan berjalan ke berbagai sudut kota untuk melihat situasi.
Pada 30 Oktober 1945, Jenderal Mallaby meninggal akibat mobil yang ditumpanginya hangus terbakar. Hingga saat ini, belum diketahui pasti apa penyebabnya, Namun peristiwa yang terjadi di Jembatan merah tersebut menyulut kemarahan dari tentara Sekutu.
Buntut dari peristiwa ini adalah Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum kepada warga Surabaya melalui selebaran kertas.
Peringatan tersebut berisi tuntutan agar warga Surabaya menyerahkan semua senjata kepada tentara Sekutu sebelum pukul 06.00 pagi hari berikutnya, 10 November 1945.
Namun, warga Surabaya menolak tuntutan itu. Pertempuran antara kedua pihak pun akhirnya terjadi. Pertempuran yang berlangsung lebih dari tiga minggu itu membuat ribuan orang meninggal dunia.
Kemudian pada 16 Desember 1959, Presiden Soekarno menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional. Keputusan ini pun tercantum dalam Kepres No.316 tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur.
Hingga saat ini, masyarakat Indonesia mengenang perjuangan para pahlawan pada peringatan Hari Pahlawan Nasional setiap tahunnya.
Baca Juga: Inilah Hiroo Onoda, Kisah Nyata Gerilya Tentara Jepang Meski Perang Telah Usai
Tokoh perjuangan yang ikut terlibat menggerakkan rakyat Surabaya di antaranya, ada Soetomo, K.H. Hasyim Asyari, dan Wahab Hasbullah.
Soetomo atau Bung Tomo menjadi salah satu sosok penting dan berpengaruh. Pada peristiwa pertempuran tersebut, Bung Tomo membangkitkan semangat rakyat dan pemuda Surabaya dengan berorasi melalui siaran Radio Pemberontakan miliknya untuk menghimpun dan membakar semangat juang rakyat.
Melalui siaran ini, Bung Tomo mengajak seluruh pemuda Surabaya di mana pun berada untuk segera kembali ke Surabaya guna melawan tentara Inggris yang menyerang Indonesia setelah merdeka. Dengan begitu, masyarakat Surabaya bersatu melawan Belanda dan Inggris demi kemerdekaan Indonesia.