JAKARTA, KILAS24.COM — Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat tingkat kemiskinan di Ibukota sebesar 4,67 persen atau sebanyak 498,29 ribu orang pada periode September 2021.
Angka kemiskinan tersebut mengalami penurunan sebesar 0,05 persen atau 3,63 ribu orang dari periode Maret 2021.
Kepala BPS DKI Jakarta, Anggoro Dwitjahyono mengatakan bahwa angka kemiskinan di Jakarta mulai menurun setelah mengalami kenaikan selama dilanda pandemi Covid-19.
“Persentase penduduk miskin di Jakarta pada September 2021 turun sebesar 0,05 dan 0,02 persen poin dibandingkan Maret 2021 dan September 2020,” ungkapnya, Senin (17/1/2022).
Baca Juga: Bapenda Jakarta Buka Lowongan Kerja Untuk 3 Posisi Ini, Gaji Hingga Rp13 Juta Per Bulan
Anggoro menilai, kondisi ini tidak terlepas dari keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga yang terlihat dari angka inflasi.
“Di samping itu ada peningkatan daya beli dari masyarakat karena naiknya pendapatan secara umum,” terangnya.
Dia menjelaskan BPS mengukur kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan yang bukan diukur dari sisi pengeluaran.
Simak Juga: BLT UMKM 2022: Ini Kriteria, Syarat Penerima, dan Cara Daftar BLT UMKM
Penduduk dikategorikan miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
“Garis kemiskinan mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya sebulan,” jelasnya.
Menurut Anggoro, garis kemiskinan terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
GKM merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari.
Simak Juga: Presiden Jokowi Putuskan Nusantara Jadi Nama Ibu Kota Negara Baru
Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili 52 jenis komoditi seperti padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayuran, minyak, kacang-kacangan serta buah-buahan.
Sementara GKNM merupakan nilai pengeluaran minimun untuk kebutuhan non makanan berupa perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar non makanan diwakili 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di pedesaan.
“Beberapa indikator yang digunakan untuk melihat kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan,” tandas Anggoro.