Oleh : Petrus Selestinus,SH
KPK berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan, termasuk melakukan penggeledahaan dan penyegelan. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 12, ayat (1) dan ayat (2), UU RI No. 19/ Tahun 2019 tentang KPK.
Bertolak dari ketentuan pasal dalam UU KPK, penggeledahan dan penyegelan yang dilakukan KPK di Kantor DPP PDI Perjuangan tidak melanggar hukum dan tidak melanggar etika. KUHAP (Hukum Acara Pidana) pun menegaskan, tidak semua penggeledahan dan penyitaan wajib memerlukan izin. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izifrn terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33, ayat (5), penyidik dapat melakukan penggeledahan (pasal 34 ayat (1) KUHAP), yang menjadi dasar pelaksanaan tugas penyidik KPK.
Dengan demikian tuduhan terhadap penyidik KPK ketika hendak melakukan penggeledahan dan penyegelan ruang kerja Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, tanpa disertai Surat Izin Dewan Pengawas KPK sebagai telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan etika, adalah tuduhan yang sangat berlebihan dan tidak berdasar. Baik KUHAP maupun UU KPK No. 19/ Tahun 2019 tidak mensyaratkan izin dimaksud sebagai sesuatu yang mutlak. Undang-undang justru memberikan pengecualian, di mana tidak semua momen penggeledahan dan penyegelan wajib disertai surat izin dari pihak yang berwenang Cq. Pengadilan Negeri atau Dewan Pengawas bagi Penyelidik atau Penyidik KPK.
Di dalam Pasal 47, ayat (1) dan ayat (2), UU RI No. 19/ Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI No. 30/ Tahun 2002 tentang KPK, dikatakan bahwa; ayat (1): “Dalam proses penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas”; dan ayat (2) : “Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis atau tidak memberikan izin tertulis terhadap permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 x 24 jam sejak permintaan izin diajukan”.
Dengan demikian berarti tanpa adanya surat izin dari Dewan Pengawas, KPK dapat melakukan penggeledahan dan penyegelan ruang kerja Hasto Kristiyanto, karena surat izin dapat diberikan atau tidak dapat diberikan mengandung pengertian bahwa tidak semua penggeledahan dan penyegelan memerlukan surat izin Dewas KPK. Satu dan lain karena keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
Kondisi di mana keadaan yang sangat perlu dan mendesak itu oleh pembentuk KUHAP diserahkan sepenuhnya pada pertimbangan subjektif penyelidik atau penyidik di lapangan, ketika melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, termasuk oleh KPK sendiri. Oleh karena itu tindakan penyelidik dan penyidik KPK ketika hendak melakukan penggeledahan dan penyegelan di ruang kerja Hasto Kristiyanto, di Jln. Diponegoro No. 58, Jakarta Pusat, meskipun belum dilengkapi dengan surat izin tertulis dari Dewan Pengawas, maka tindakan itu tetap sah menurut hukum. Sah atas pertimbangan keadaan yang sangat perlu dan mendesak menurut penyidik KPK, bukan menurut Satgas DPP PDI Perjuangan.
Justru sikap menolak yang dilakukan oleh DPP PDI Perjuangan terhadap pelaksanaan tugas penyelidik dan penyidik KPK itulah yang dapat dikualifikasi sebagai perbuatan melanggar hukum (sebagai tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi).
Pasalnya, karena sudah merupakan tindakan nyata yang bertujuan untuk mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa atau pun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara 3 sampai dengan 12 tahun penjara.
Karenanya tindakan demikian dikategorikan sebagai Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi menurut Pasal 21 UU Tipikor. (☆)
Catatan Redaksi:
Petrus Selestinus adalah Koordinator TPDI dan advokat anggota Peradi. Isi artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.