JAKARTA, Kilas24.com — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebutkan uang pemerintah daerah (pemda) di bank sebanyak Rp178,9 triliun per 31 Agustus 2021.
Uang kas pemda itu disebut bukan untuk mencari bunga tetapi disiapkan untuk pembayaran yang sudah diperuntukan.
Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Mochamad Ardian Noervianto mengatakan berdasarkan data Bank Indonesia, per 31 Agustus 2021, kas pemda sebanyak Rp178,9 triliun.
Jumlah itu pada awal bulan September berkurang karena telah digunakan untuk mendanai pengeluaran Pemda perbulan
“Seperti untuk belanja rutin dan mengikat sebesar Rp.42,76 triliun, yang terdiri atas gaji dan tunjangan, belanja operasional (telepon, air, listrik, Internet), serta belanja terkait pelayanan publik, termasuk untuk pengeluaran bersifat mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (17/9/2021).
Baca Juga: Ditunggu Hingga 31 Oktober, Bank DKI: Ganti Kartu ATM Gratis
Simak Juga: Mensos: Penyaluran Bansos Selesai Sebelum Minggu Ketiga September
Ardian mengatakan hal itu pada Dialog bertajuk “Membedah Uang Kas Pemda di Perbankan” bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto sebagai narasumber.
Dia menuturkan uang kas Pemda yang disimpan di perbankan bukan merupakan kesengajaan untuk semata-mata mencari bunga, akan tetapi dipersiapkan untuk pembayaran yang sudah memiliki peruntukannya.
“Pemda memang punya kecenderungan ibaratnya menyediakan sejumlah uang untuk mempersiapkan pembayaran gaji ASN-nya, honorernya di satu sampai dua bulan ke depan untuk spare, tapi itu bukan sengaja untuk mencari bunga, sekali lagi bukan” katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjelaskan, alasan mengapa ada uang daerah yang mengendap di perbankan.
Menurutnya, pada awal tahun anggaran dalam RKUD sudah terdapat saldo mengendap berupa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun anggaran sebelumnya.
Simak Juga: Ada Rp186,64 Triliun untuk Bansos seperti BST, PKH, BLT dan lainnya, Sudah Cair Setengah
Selain itu, setiap hari pendapatan daerah masuk ke RKUD, sehingga menambah saldo. Di lain sisi, uang yang telah masuk ke RKUD tidak dapat segera digunakan untuk melakukan pembayaran belanja.
Pasalnya, pelaksanaan program memerlukan proses dan jangka waktu. Ini sesuai dengan UU Perbendaharaan Negara pada Pasal 21, yang menyebutkan bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.
Selain itu, pembayaran yang dapat dilakukan mendahului prestasi hanya untuk pembayaran uang muka.
“Tapi apakah kemudian kami mencari bunga? Enggak sama sekali,” jelas Ganjar.