JAKARTA, KILAS24.COM — Sebagian penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus sering mengalami KJP putus atau tidak lagi menerima KJP. Untuk itu cek status KJP secara berkala sangat penting.
Terdapat sedikitnya 3 alasan seseorang penerima KJP tidak lagi menerima KJP yang disalurkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta melalui Bank DKI. Alasan itu mulai dari yang paling sering terjadi hingga paling banyak dialami penerima KJP.
Dengan mempertimbangkan 3 alasan itu, cek KJP dapat dimulai dari penerima manfaat. KILAS24.COM merangkum 3 alasan yang diberikan Disdik DKI Jakarta terkait seseorang tidak lagi menerima KJP.
Hal ini dipaparkan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) Disdik DKI Jakarta Waluyo Hadi dalam dialog Radio Disdik DKI Jakarta baru-baru ini.
1. Sudah Tidak Memenuhi Syarat Penerima KJP
Waluyo menuturkan alasan seseorang pernah menerima KJP kemudian tidak lagi menerima ialah sudah tidak memenuhi syarat penerima KJP. Hal ini terjadi karena pindah sekolah, atau sudah tidak lagi menjadi warga DKI Jakarta.
“Misalnya waktu SD terima KJP dari Pemprov DKI Jakarta, kemudian SMP pindah ke Tegal. Lalu balik lagi ke Jakarta dan terima lagi,” katanya.
Baca Juga: Penerima KJP Plus Tahap 2 Diprediksi Meningkat
Simak Juga: Cara Mudah Mutasi KJP ketika Pindah Sekolah atau Naik Jenjang SD ke SMP
2. Tidak Masuk Dalam DTKS
Kemungkinan paling besar dan paling banyak terjadi, kata Waluyo, ialah data penerima KJP tidak masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Hal ini paling banyak terjadi sejak kehadiran aturan baru yang mewajibkan penyaluran KJP menggunakan basis data DTKS.
“Umumnya KJP putus karena mulai tahap 2 tahun 2020, penyaluran KJP menggunakan DTKS menggantikan sebelumnya yakni usulan sekolah,” katanya.
Waluyo menjelaskan penggunaan DTKS merupakan bagian dari evaluasi dan memperbaiki ketepatan penyaluran KJP. Jika sebelumnya berdasarkan usulan sekolah, Disdik sering ditanyakan dasar hukumnya karena sekolah tidak memiliki kompetensi menentukan status warga tidak mampu.
Baca Juga: Cara Daftar DTKS Online untuk KJP Plus
Untuk meningkatkan ketepatan akurasi penyaluran KJP, Disdik diwajibkan menggunakan data resmi negara yakni melalui DTKS yang dirilis Dinas Sosial. Jika tidak masuk dalam DTKS berarti menjadi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi cukup baik.
“Kami dipertanyakan lembaga audit, mengapa tidak pakai data resmi yang dirilis institusi negara sebagai data orang tidak mampu, yakni melalui DTKS,” tambahnya.
Dia melanjutkan, jika tidak masuk dalam DTKS, cara paling mudah ialah mendatangi kantor kelurahan domisili untuk mengurusnya. Di kelurahan terdapat petugas dinas sosial yang akan membantu memproses pengurusan DTKS.
“Silahkan melalui kelurahan domisili di sana ada pendamping Pusdatin Jamsos,” jelasnya.
Simak Juga: Penerima KJP, Jangan Tutup Rekening, Masih Ada Pencairan KJP Plus Oktober
3. Melanggar Aturan KJP
Waluyo menambahkan hal yang paling sering terjadi ialah melanggar larangan yang ada dalam KJP. Jika terbukti melanggar, dipastikan KJP diputus.
“Misalnya tidak boleh bolos lebih dari 3 kali, ketika diverifikasi sekolah terbukti melanggar, KJP diputus,” imbuhnya.
Baca Juga: Bansos DKI Ini Cair, Penerima Manfaat Terima Rp1,8 Juta
Merujuk pada laman resmi KJP, https://kjp.jakarta.go.id/kjp2/, berikut sejumlah syarat dan larangan atau yang haram bagi penerima KJP:
Syarat Penerima KJP Plus sebagai berikut :
1. Berdomisili dan memiliki Kartu Keluarga Provinsi DKI Jakarta
2. Terdaftar dalam BDT dan/ atau sumber data lain yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur
3. Membuat surat pernyataan tidak mampu/miskin yg diketahui org tua dan ketua RT dan Ketua RW setempat
4. Terdaftar dan masih aktif di salah satu satuab pendidikan di Provinsi DKI Jakarta
5. Diusulkan oleh sekolah
6. Menandatangani lembar Pakta Integritas
7 Berperilaku baik, antara lain:
– Tidak merokok/menggunakan narkoba
– Tidak membolos
– Tidak terlibat perkelahian/tawuran
– Tidak terlibat kekerasan/bullying
– Tidak terlibat geng motor/geng sekolah
– Tidak melakukan perbuatan asusila/pergaulan bebas/pelecehan seksual