MALANG,KILAS24.COM – Puluhan wartawan dari berbagai media mendesak Wali Kota Malang, Sutiaji untuk minta maaf. Pernyataan Sutiaji di salah satu media sosial (Instagram) dinilai menghina profesi wartawan.
Hal tersebut tertuang di status akun Instragram (IG) sam.sutiaji, yang kutipannya sebagai berikut:
“Saya tidak akan me-lockdown Kota Malang. Lockdown itu adalah kewenangan Presiden. Walikota Malang Sutiaji” dan disambung kalimat di bawahnya ‘Terima kasih rekan-rekan media yang mengklarifikasi berita yang benar.”
Menanggapi hal tersebut, Ketua PWI Malang Raya, Ariful Huda mengatakan Walikota Sutiaji menghina profesi wartawan.
“Aksi Sutiaji itu menghina profesi wartawan, bukan personal. Kita menuntut Walikota Malang untuk minta maaf yang dikirimkan ke Forum Jurnalis Malang Raya,” ucap pria yang akrab disapa King, Rabu (18/3).
Pernyataan Sutiaji menyulut aksi kemarahan puluhan wartawan yang
selama ini melakukan tugas peliputan di wilayah Malang Raya.
Wartawan dari berbagai asosiasi media massa termasuk Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang, mendatangi Balaikota. Para pekerja media ini seakan dengan nada sama, tetap menuntut Walikota Malang, Sutiaji, untuk menyampaikan permintaan maaf di media massa dan media sosial. Tuduhan adanya pemberian yang dinilai telah memuat berita tidak benar atau berita palsu (Fake News).
Menurut King, langkah yang dilakukan Sutiaji, dengan menggunakan media sosial untuk mengklarifikasi sekaligus menyalahkan wartawan bukanlah tindakan yang elok, dan terkesan lepas tanggung jawab atau cuci tangan, padahal Walikota sepatutnya memberi teladan dalam berliterasi media.
“Kita ingin mengembalikan Marwah wartawan yang telah di hina oleh beliau (Sutiaji),” tegasnya.
Dengan begitu, lanjut King, Walikota Malang dalam hal ini Sutiaji telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pars), Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Pemberitaan Media Siber, serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
“Seharusnya Sutiaji meminta hak Jawab redaksi masing-masing media yang memberitakan, atau silahkan melapor ke Dewan Pers, jika hak jawab tidak di layani, jangan langsung buat status kayak gitu,” pungkasnya.
Sekedar informasi, polemik tersebut terjadi lantaran adanya Pemerintah Kota Malang menutup akses keluar-masuk Kota Malang yang dipublikasikan oleh sejumlah media cetak, televisi, dan media siber/online pada Senin 16 Maret 2020.
Berita tersebut menimbulkan polemik di media sosial (Medsos) terlebih setelah Walikota Malang Sutiaji membuat pernyataan yang bersifat pembelaan diri lewat Status IG ltu menyiratkan tuduhan bahwa pemberitaan media sebelumnya tidak benar atau berita palsu (fake news). Alhasil, banyak warganet menyalahkan wartawan salah kutip, wartawan melebih Iebihkan, wartawan memelintir dan wartawan salah menginterpretasi wawancara.
Padahal Jurnalis menurunkan berita berdasarkan wawancara di Balai Kota Malang pada Senin, 16 Maret 2020, pukul 10.03 WIB. Berita tersebut telah memenuhi kaidah jumalistik, dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pars), Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Pemberitaan Media Siber. serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Akan tetapi, Walikota Malang Sutiaji, kemudian mengklarifikasi pernyataan pertama di ruang kerja Walikota Malang, sekitar pukul 16.00 WIB
Dalam pemyataan kedua ini, Walikota Malang Sutiaji menjelaskan tidak ada pernyataan menutup akses keluar masuk Kola Malang dalam wawancara pertama. Walikota menyebut akses keluar masuk hanya untuk tamu daerah/studi banding. Pemyataan ini sudah disiarkan di sejumlah media pula.
Reporter : Toski Dermaleksana,