Oleh : Yos Naiobe.
Seberapa kuat cinta mencengkeram jiwa? Inilah pertanyaan yang terus membayangi perasaan Senja. Setiap pertanyaan itu menyelinap dalam rongga dada, ia sulit memejamkan mata. Ia tak kuasa mengusir pertanyaan aneh yang bagaikan virus terus saja menyerang alam pikirannya tentang bagaimana kelanjutan hubungan cintanya dengan Mawar.
Senja menyadari risiko mengarungi bahtera cinta dalam samudera nan maha luas. Harus siap dihempas gelombang dan bahkan bukan tidak mungkin bisa kandas di tengah jalan. Ya, cinta memang tak selamanya memiliki. Cinta hanyalah sebaris cerita pendek yang menorehkan perasaan. Kadang memerah, memutih dan membiru.
“Cinta itu novel yang bercerita tentang romantisme para remaja. Tak jelas ujung dan tepinya,” kata Roby.
Roby adalah sahabat kental Senja. Cowok asal Palembang yang dijuluki Si Barewok ini memahami sungguh kegundahan hati Senja. Belakangan ini, Senja kehilangan gairah. Meski demikian tak ada yang tahu apa yang terjadi pada Senja.
Suatu waktu tanpa sengaja Senja lupa handphonenya. Sepanjang hari itu, ia tak berkomunikasi dengan Mawar.
Baca Juga : Cerpen : Sepenggal Kisah yang terbuang
Sementara Mawar pun tak memberi kabar, lantaran ia kehabisan pulsa. Situasi ini membuat perasaan Senja galau. Ia nyaris tak kuliah di saat itu. Sama halnya Mawar. Gadis asal Magelang ini malah memutuskan tak masuk kuliah di hari itu. Ia benar-benar kecewa. Ia gelisah, juga takut kehilangan.
“Jangan-jangan Senja telah berpaling,” pikirnya.
Mawar tak kuasa menahan haru. Air matanya berderai. Menangis sesenggukan sepanjang malam hingga matanya bengkak.
“Wid, kenapa matamu?” tanya Angel, teman kos.
“Ga’ apa-apa,” jawab Mawar sedikit berbohong.
Di kampus, Mawar memang akrab dipanggil Widuri oleh teman temannya.
Malam itu ketika Senja melepas kerinduan pada Mawar, ia menerawang akan keresahan hatinya yang membuat dirinya sulit melupakan tambatan hatinya.
“Seberapa kuat cinta mencengkeram jiwa, adalah sebuah sembilu yang merobek-robek batin. Ia terkulai di antara alam bawah sadar. Senja lalu monrehkan sebuah catatan buram untuk Mawar.
“Cepat atau lambat, perpisahan itu pasti datang. Entah siapa yang akan lebih dahulu pergi.
Entah aku,
entah kamu,
entah kita berdua”.
Entahlah! Tiba tiba saja Senja menulis seperti itu. Apakah itu sebagai isyarat bahwa cinta tak selamanya bersatu, seperti kata Roby si Barewok itu?
“Ah… jika itu benar, betapa kejamnya dunia ini,” ujarnya lirih.
Baca Juga : Elegi Sahabat Sastra Berjubah
Roby yang dijuluki Barewok itu lebih rajin memberi spirit kepada Senja yang belakangan kehilangan gairah. Mungkin juga ia kurang vitamin atau ia kehabisan energi lantaran selama ini terkuras gara-gara merindukan Mawar. Roby satu-satunya mahasiswa di jurusan Sastra yang tahu hubungan cinta sahabatnya itu dengan Mawar. Dibandingkan dengan Dion, Ida, Wiwiek, atau Faris, hanya Roby sendiri yang pernah diajak Senja menemui Mawar.
Senja yakin Roby bisa dipercaya merahasiakan cintanya. Senja khawatir terhadap Dion, Riski dan Wiwiek. Di mata Senja, ketiga rekannya itu kurang menjaga rahasia dan suka usil pada privasi orang lain. Itu sebabnya ia sangat hati- hati terhadap mereka.
Senja memang tak ingin privasinya terbongkar. Apalagi selama ini ia jarang berbicara soal cewek. Jiwanya keras dan terkesan tertutup. Membuat dirinya enggan didekati cewek- cewek.
Jika kemudian Senja jatuh cinta, mungkin Mawar satu-satunya pacar pertama Senja. Siapa tahu itu pula cinta terakhirnya.
Seiring perjalanan waktu, Senja menemukan persamaan-persamaan yang sulit dipahami dengan akal sehat. Persamaan itu ia ibaratkan pinang dibelah dua. Sama-sama berjiwa seni. Memiliki hobi yang sama, yakni menulis fiksi seperti novel, cerpen maupun puisi.
Kalau pun ada perbedaan, itu karena latar belakang saja. Misal, Mawar menulis fiksi secara otodidak, sedangkan Senja sejak di bangku SMA mengambil jurusan sastra dan dilanjut di perguruan tinggi pada jurusan yang sama.
Ia ingin memperdalam ketajaman teknik menulis fiksi sesuai dengan mimpinya ingin menjadi cerpenis ternama, mengikuti jejak penulis senior lainnya. Apalagi Senja sangat mengidolakan Gunawan Muhammad, Remi Silado, maupun Emha Ainun Najib, termasuk WS Rendra.
Baca Juga: Cerpen : Cemara Dua Rindu
Suatu waktu, Mawar secara diam-diam menyelinabkan seuntai kata puisi. Melalui puisinya Mawar ingin menunjukan betapa mereka benar-benar kembar. Atau bisa saja Mawar ingin membuktikan kepada Senja, kesamaan jiwa mereka terbawa hingga denyut jantung dengan getaran yang sama.
Seuntai Puisi buat Senja:
Kamu adalah aku.
Dalam bening telaga, aku melihatmu seperti diriku. Aku heran kenapa sama persis.
Aku tak percaya. Kulihat lagi di telaga, gerak gerik, lesung pipit, tatapan mata, sama.
Ternyata kamu adalah aku
karena kamu adalah bayanganku.
Suatu waktu entah kapan.
Mawar!
Dibagian lain Mawar menulis:
Itulah kita.
Pakai sepatu, sama.
pakai celana sama.
Suka nyanyi sama.
Suka musik sama.
Suka menulis, sama.
Suka menari sama.
Suka teater sama.
Suka jalan sama.
Merasa sedih, sama.
Merasa senang sama.
Aaaahh twin!
Malam merambat perlahan.
Langit terang rembulan berhias selaksa bintang.
Kereta senja meninggalkan kota.
Setumpuk cerita tertinggal di sini, di antara deretan rindu.
Tanpa sadar butiran bening membelah pipinya. Air mata cinta menetes. Merindukan Sang Kekasih yang lenyap bersama “ular besi” yang meliuk di antara rel hati yang yang masih utuh, lengkap dengan kesetiaan cintanya.
Kereta api membawa Senja, setelah mengunjungi Mawar di Yogyakarta. Kala itu jelang Desember. Masa liburan semesteran.
Rotasi waktu bergulir cepat. Sementara roda kehidupan berjalan lambat. Kerinduan berkecamuk. Perasaan Senja menyerupai gemuruh ombak. Bergulung-gulung dipermainkan gravitasi bumi. Perasaan rindu mendera. Di kelopak matanya, ia mamandang selembar foto pujaannya. Gadis kelahiran 9 Juni ini ia anggap seperti bulan sabit yang terus mengintip dari balik awan.
Baca Juga : Cemara Dua Rindu (edisi – 2)
Kesamaan-kesamaan yang entah sengaja atau kebetulan lahir secara alami. Merindukan Mawar adalah sebuah keniscayaan. Jika tak bertemu atau menyapa lewat telepon genggam, Senja benar benar kehilangan.
Sama halnya Mawar, ia menganggap kehadiran Senja adalah matahari kembar yang menerangi perjalanan hidupnya. Karena itu ia pun tak rela kehilangan Senja.
Gadis dengan postur tinggi semampai. Memiliki setitik lesung pipit menambah keagungan jiwanya. Jika tersenyum semakin mempesona. Memikat sukma. Membuat jiwa Senja terbang melayang, entah ke mana.
Senja seperti sedang menyaksikan kupu-kupu dengan aneka warna menghiasi taman.
“Dalam gerimis tipis aku berlari sekencang kencangnya, hanya memeluk angin,” urai Senja.
Di sini di antara deretan rindu yang menggunung, kupersembahkan sekuntum mawar untukmu. Mawar merah yang kupetik dari taman jiwaku, kubawa untukmu sebagai hadiah di hari istimewamu, kala kau melontarkan cinta yang laksana anak panah melontar kencang dari busurnya, hingga membuat aku terkulai memeluk rindu.
Kereta senja melaju cepat. Membawa hati yang tinggal sekarat. Sebab sebagian hati tertinggal di sini, di sisi hati kekasih. Kereta senja kapankah kau datang lagi. Membawa kuntum melati, kuntum putih,! kesukaan kekasih!
Mawar, merekah. Senja pun berlalu. (☆)
Baca Juga : Birahi COVID 19
Penulis, Jurnalis asal Timor,
Pengagum senja.