JAKARTA, KILAS24.COM — Penyaluran bantuan sosial (bansos) menjadi salah satu cara pemerintah untuk membantu masyarakat sekaligus menjaga daya beli konsumen untuk pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada periode pandemi Covid-19, melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), klaster perlindungan sosial atau alokasi dana untuk bansos menjadi yang paling besar.
Anggaran untuk banso itu lebih besar dari alokasi untuk klaster lain seperti kesehatan. Penyaluran bansos itu dilakukan secara tunai, non tunai dan dalam bentuk barang khususnya sembako.
Berikut 3 fakta penyaluran bansos 2021:
1. Anggaran Klaster Perlindungan Sosial (Perlinsos)
Dana PEN untuk perlindungan sosial senilai Rp186,64 triliun. Hingga 10 September 2021 lalu, tercatat pemerintah telah merealisasikan atau mencairkan senilai Rp108,16 triliun, setara dengan 58 persen dari total dana.
“Bantuan sosial dengan total alokasi dana Rp186,64 triliun, sampai dengan 10 September 2021 sudah terealisasi Rp108,16 triliun atau sebesar 58 persen,” kata Menteri Koordinator Bidang (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (16/9/2021).
Klaster perlinsos merupakan salah satu klaster dalam program PEN yang dirancang untuk menjaga masyarakat yang terdampak secara ekonomi agar dapat terus memenuhi kebutuhan dasarnya.
Baca Juga: Ada Rp186,64 Triliun untuk Bansos seperti BST, PKH, BLT dan lainnya, Sudah Cair Setengah
Program-program perlinsos ini antara lain berupa Bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT/Kartu Sembako), Paket Sembako Jabodetabek, Bansos Tunai (BST) Non-Jabodetabek, BST bagi penerima Sembako Non-PKH, bansos beras bagi penerima PKH, serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa.
Bansos diberikan dalam bentuk uang tunai maupun barang (sembako), agar kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dan di sisi lain dapat menggerakkan ekonomi lewat pembelanjaan di UMKM setempat.
2. Kendala Penyaluran Bansos
Tantangan utama penyaluran bansos sejauh ini ialah data yang valid. Pemerintah melalui sejumlah kementerian dan lembaga terpaksa menahan sejumlah penyaluran bansos karena data yang tidak valid.
Data yang tidak valid itu mulai dari NIK yang tidak padan dengan DTKS atau tercatat sebagai penerima bansos lainnya. Pasalnya, aturan tidak membolehkan seseorang mendapatkan beberapa bansos sekaligus. Kasus ini tentu berbeda jika ada program khusus dari pemerintah daerah.
Pada penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) misalnya, Kementerian Ketenagakerjaan mengusulkan penambahan jumlah penerima BSU karena terdapat sejumlah data yang tidak valid.
“Data calon penerima BSU yang diterima kemenaker sejumlah 8.508.527 calon penerima. Kemudian setelah dilakukan pengecekan dan diverifikasi, ditemukan 758.327 data pekerja yang duplikasi bansos atau telah menerima bantuan sosial lain. Data tersebut dianggap tidak memenuhi syarat penerima Program BSU,” kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri.
Baca Juga: Inilah 5 Bansos yang Cair Oktober 2021, Catat Jadwalnya
Simak Juga: Dana BSU Masih Sisa, Kemnaker Tambah Penerima BSU Hingga 1,7 Juta Pekerja
Hal serupa juga terjadi di Kementerian Sosial. Kemensos memastikan penerima syarat penerima bantuan sosial atau bansos yakni yang datanya padu antara DTKS dengan NIK.
Bansos hanya akan disalurkan kepada mereka yang datanya padu antara Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdaftar di Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
“Data yang tidak padan dengan NIK di Dukcapil, tidak bisa diberikan bantuan. Data yang belum padan ini harus dikeluarkan. Sebabnya bisa karena pindah segmen, meninggal dunia, data ganda, atau mungkin sudah tidak lagi termasuk kategori miskin,” kata Mensos Risma.
Kendala penyaluran bansos lebih pada akses penerima bansos ke lembaga keuangan. Di sejumlah wilayah dengan kondisi geografis sulit, masyarakat harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan atau mencairkan bansos.
3. Kemensos Hentikan BST
Bantuan Sosial Tunai (BST) menjadi salah satu jenis bansos yang paling ditunggu. Namun, seiring dengan melonggarnya pembatasan sosial, Kementerian Sosial telah resmi menghentikan BST.
Kemensos menegaskan kecuali BST, bansos lainnya masih disalurkan. BST dirancang hanya untuk kedaruratan dan bukan untuk keperluan permanen.
Kemensos menegaskan bansos untuk masyarakat miskin dan rentan, terus berlanjut. Tahun depan, Kemensos menganggarkan Rp74,08 triliun atau 94,67 persen untuk bantuan sosial.
Baca Juga: BST Dihentikan, Cek 2 Bansos Yang Masih Bergulir Ini
“BST ini dirancang untuk kedaruratan, bukan untuk keperluan permanen. BST diluncurkan pemerintah terkait dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) seiring tingginya angka penularan virus saat itu,” kata Mensos.
BST diluncurkan pemerintah tahun 2020, sebagai upaya meringankan beban masyarakat terdampak pandemi. Tahun 2021, pemerintah melanjutkan program BST untuk 4 bulan yakni Januari-April 2021 dengan pertimbangan dampak pandemi belum sepenuhnya menurun.
Kemudian, BST kembali diperpanjang untuk dua bulan yakni bulan Mei dan Juni 2021 dengan indeks Rp300 ribu/bulan/Keluarga Penerima Manfaat (KPM). BST menyasar 10 juta KPM dengan penyaluran dilakukan melalui PT Pos Indonesia.