Oleh : Anak Timor
Episode 1
SENJA! Orang orang memujanya. Ia berada di antara garis cahaya yang tersisa sebelum malam benar benar menjemputnya. Deretan angin berbaris di ujung cakrawala menyaksikan kegundahan hatinya.
Kerinduan bagi Senja, adalah mawar yang berduri. Mawar itu memang mempesona. Memikat sukma. Tapi siapa sangka ia juga menawarkan kegelisahan dalam jiwa.
Ya dia adalah Mawar. Seperti Senja orang orang pun mengaguminya. Parasnya cantik, seperti sekumpulan bidadari. Aku dah lupa entah kapan mengenal Mawar. Aku mencoba merangkai rekam jejak kapan aku mengenal nama itu? Nama yang kini bercokol demikian kokoh merajut hari hari hidupku.
Baca Juga Cerpen : Serpihan Waktu
Berbekal ketajaman berpikir, kisah itu pun tersingkap. Terlintas sangat jelas meski gamang! Kujumpai dia di sebuah toko buku di jantung ibukota. Aku memandangnya sekilas, dengan harapan bisa menangkap jelas wajah itu.
Dari aktivitasnya sangat boleh jadi, perempuan dengan setitik lesung pipit di belahan bibir sebelah kanan itu, , penggemar buku, atau bisa juga ia seorang anak kuliahan. Dari cara ia mencari buku- buku yang tersusun rapih dengan beragam judul, Mawar tampak serius.
Ia tak pernah menghiraukan orang – orang yang sedang lalu-lalang di dalam toko, entah akan membeli buku atau mereka hanya sekedar membacanya lalu pergi. Lama aku membisu mengikuti pergerakan Mawar yang lagi asyik memilih buku.
Aku berdiri sambil mencuri’ pandang dari jarak hanya sejingkal. Ya aku sangat dekat dengan Mawar, di etalase yang sama, tempat buku buku itu disimpan, cuma beda posisi.
Raut wajah, perempuan sawo matang dengan tubuh langsing, sungguh amat menggoda. Ia menyerupai magnet bagi kaum pria.
“Hmm cantik juga ni cewek,” kataku membatin seperti memuji angin.
Sejatinya aku bukan tipe laki laki yang suka memuja kaum hawa yang gampang jatuh cinta. Kata teman temanku, Ronald, Riyan, perasaanku membaja seperti batu karang. Itulah sebabnya kenapa aku tak tertarik pada kaum hawa.
Baca Juga Cerpen :Aku Hendak MencariMu
Dan itu aku akui, lantaran sudah semester V di jurusan sastra sebuah universitas ternama, aku belum juga memiliki pacar atau teman spesial, sekedar diskusi atau ngobrol di kantin bu Risma.
Kantin bu Risma, setiap hari dipadati mahasiswa. Perempuan separoh baya itu saban hari sibuk melayani mahasiswa. Ada yang memesan sesuai selera. Kantin bu Risma memang hanya menyajikan kopi, teh, kue dan mie rebus. Menu yang tersedia disesuaikan dengan isi dompet mahasiswa.
Maklum anak kuliahan, meski Kantin mahasiswa itu tak pernah sepi. Situasi sedikit lengang, di saat mahasiswa sedang mengikuti perkuliahan. Sebagai anak desa dengan keuangan serba pas pasan aku jarang masuk kantin yang diberi nama kantinkampus biru itu jika tak ditraktir teman-temanku.
Bony sahabatku sering menyebut aku pria tanpa selera. Maksudnya tak tertarik pada lawan jenis walaupun di kampusku banyak mahasiswi cantik bak bidadari dari khayangan. Ya maklum saja, aku bekas anak seminari. Sekolah khusus laki laki yang ingin menjadi pastor. Biarawan Katolik.
Terhadap Mawar, aku benar – benar takluk jika tak disebut bertekuk lutut. Ia adalah obyek yang amat menarik. Sosok yang benar benar membuat aku takluk. Aliran darah kelelakianku berdesir kencang. Detak jantungku nyaris terlepas dari organ.
Ya, siapa lagi kalau bukan cewek dengan perangai yang sedari tadi jongkok, kadang berdiri, mengamati buku buku dalam etalase itu?
“Mba berapa harganya,” ucapnya lirih pada pelayan toko.
Suaranya purna, melengkapi kecantikan wajahnya yang sintal plus tanpa polesan. Perlahan perasaan simpatiku padanya menyusup, laksana angin menerobos jendela. Ada perasaan aneh menyelinap begitu saja kala sorot mata kami beradu pandang.
Perasaanku luruh. Ia melempar senyum meski tanpa ekspresi. Kali ini seluruh organ tubuhku seperti tak bertulang. Lunglai tanpa daya. Perasaan berkecamuk seperti riuh ombak memecah pasir putih di bibir pantai.
“Hai,” sapaku perlahan. “Hai juga,”jawabnya.
Baca Juga Cerpen : Cerpen : Sepenggal Kisah yang Terhempas
Dunia sekeliling, terasa tersentak. Membelai kesunyian. Untuk yang pertama kali aku berani menyapa cewek yang bagiku makluk asing. Dari kenekatan itulah aku mengenal, Mawar. “Namaku Mawar. Tapi teman – temanku memanggilku Widuri,”sahut cewek bermata lentik ini tanpa menjelaskan kenapa Mawar dilanggil Widuri?
“Namaku Senja,”! Memperkenalkan diri. Perkenalan di toko buku itu, serasa aku berpijak di sebuah taman bunga yang bermekaran dengan sejuta aroma wangi. Dan itu pulalah aku jatuh cinta. Sejak pertama bertemu dan mengenal Mawar, praktis kehidupanku berubah dratis. Aku tampak kegirangan penuh keceriahan. Perubahan mendadak ini membuat Bony, Riyan, penasaran. Ada gerangan apa yang terjadi.
Mereka tidak tahu jika perubahan sikapku dipengaruhi perasaan rindu pada Mawar yang aku mengenalnya di sebuah tokoh buku.
Ya aku Senja. Mahasiswa jurusan Sastra yang kini duduk di semester V sebuah kampus ternama. Senja yang kini tak lagi mengurai garis garis kristal di cakrawala. Senja yang kini sedang berdendang nada nada bernafaskan rindu untuk Mawar…
Senayan : 21 Februari 2020
Baca Juga Cerpen :Sepenggal Kisah yang Terbuang